Laman

Senin, 05 April 2010

Anak laki-laki dan pohon apel (The Boy and The Apple Tree)

Dahulu kala ada sebuah pohon apel yang besar. Setiap hari, seorang anak kecil mendatangi pohon itu dan bermain di sekelilingnya. Ia memanjat puncaknya, makan buahnya dan tidur dinaungannya. Ia mencintai pohon itu, dan pohon itu pun senang bermain-main dengannya.
Waktu berjalan, si anak tumbuh lebih besar. Ia tidak lagi bermain-main di bawah pohon itu setiap hari. Suatu hari si anak mendatangi pohon dengan wajah sedih.
“Mari kita bermain,” kata pohon apel
“Aku sudah bukan anak-anak lagi, aku tidak bermain dibawah pohon,” kata si anak. “Aku ingin mainan. Aku butuh uang untuk membelinya.”
“Maaf, aku tidak punya uamg, tapi kau dapat memetik semua buahku untuk menjualnya.”
Anak itu menjadi sangat senang. Lalau ia memetik semua apael yang bergantungan di pohon, kemudian pergi dengan perasaan gembira.
Setelah itu, si anak kembali lagi. Pohon apel merasa sedih. Suatu hari, si anak kembali dan pohon apel merasa sangat gembira.
“Mari kita bermain-main,” ajak pohon apel
“Aku tidak punya waktu. Aku harus bekerja untuk menghidupi keluargaku. Kami butuh rumah untuk berteduh. Dapatkah kau membantuku?” kata si anak
“Maaf, aku tidak punya rumah, tapi kau dapat memotong dahan-dahanku untuk membangun rumahmu.”
Si anak lalu memotong semua cabang pohon dan pergi dengan perasaan gembira. Sang pohon juuga merasa bahagia bisa membantu.namun setelah itu si anak tidak pernah datang lagi. Sang pohon merasa kesepian dan sedih.
“Kemarilah. ... bermain denganku!” kata pohon.
“Aku lagi sedih. Aku semakin tua, aku ingin berlayar untuk menikmati hari tuaku. Dapatkah kau memberiku perahu?”
“Gunakanlah batangku untuk membuat perahu. Kau dapat berlayar jauh dan menikmati hari-hari bahagia!”
Lalu si anak memotong batang pohon untuk membuat perahu. Ia pergi berlayar dan lama tidak kembali. Akhirnya, sekian setelah sekian banyak tahun lewat, si anak kembali.
“Nak, maafkan aku, aku tidak punya apa-apa lagi untukmu sekarang. Tidak ada apel lagi untukmu. ......” kata pohon apel.
“Aku sudah tidak punya gigi lagi untuk menggigit,” kata si anak
“Aku tidak punya batang lagi untuk dipanjat.”
“Aku terlalu tua untuk memanjat.”
“Aku benar-benar tidak memiliki apa-apa kecuali akar-akarku yang sekarang sekarat,” kata pohon dengan sedih.
“Aku sekarang tidak butuh macam-macam, aku hanyabutuh tempat istirahat. Aku merasa lelah setelah melewatkan tahun-tahun itu,” jawab si anak
“Baiklah kalau demikian. Akar pohon tua adalah tempat yang baik untuk bersandar dan beristirahat. Kemarilah. ... duduklah bersamaku. Istirahatlah!”
Si anak lalu duduk dan sang pohon tersenyum bahagia, meneteskan air mata
***
Pohon apel itu ibarat orang tua kita. Ketika kita kecil kita senang bermain dengan ayah dan ibu kita. Setelah dewasa, kita tinggalkan mereka. Kita hanya mengunjungi orang tua kita ketika membutuhkan bantuan mereka, atau ketika dalam kesulitan. Apapun yang terjadi pada kita, kedua orang tua kita selalu di samping kita dan siap memberikan segalanya demi kebahagiaan kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar